Impor rasanya bukan menjadi hal yang aneh terutama dalam sebuah negara. Impor selalu berkaitan dengan ekspor atau sering diucapkan ekspor impor. Dengan adanya ekspor impor itu pula maka ada hubungan kerjasama diantara 2 atau lebih negara. Jika impor cukup tinggi jika dibandingkan dengan ekspor maka sebuah negara sebenarnya dikatakan rugi. Namun yang jadi persoalan bagaimana kalau impor menjadi ketergantungan, harus ada solusinya.
Menurut data BPS (sd Agustus 2014) jumlah total ekspor Indonesia USD 117,430,309,336 sedangkan total impor USD 118,828,611,830 sehingga selisih USD 1,398,302,494. Dan dari jumlah impor tersebut sumbangsih terbesar dari sektor Ternak Hidup Pejantan/pedaging, Bukan Ternak dan lainnya. Sektor ini menjadi masalah bagi Indonesia karena tingkat kebutuhan di dalam negeri cukup tinggi sedangkan produksi dalam negeri minim.
Berdasarkan hasil rekomendasi Direktur INDEF (Institute for Development Economic and Finance) Enny Sri Hartati. Jika Indonesia menginginkan pertumbuhan ekonomi pada level 7 persen dengan syarat Jokowi beserta tim harus bekerja ekstra dan menjalankan 10 rekomendasi Prioritas INDEF. Salah satu rekomendasi adalah rekomendasi ketujuh yaitu keluar dari perangkap ketergantungan impor dengan meningkatkan dana research and development.
Kalau merujuk dari jumlah impor terbesar bagi Indonesia sepanjang 2014 (Januari-Agustus) maka selayaknya Indonesia kedepannya lebih meningkatkan dana research and development di sektor peternakan. Meningkatkan kualitas ternak itu sendiri melalui research and development baik dari pengelolaan peternakan, pakan ternak yang bergizi, pengendalian penyakit dan faktor genetik.
Dengan meningkatkan dana research and development akan mengurangi tingkat ketergantungan impor ternak dari negara lain. Jadi tergantung dari kemauan pemerintah untuk menambah dana research and development yang akan mengurangi ketergantungan impor dalam jangka panjang atau tetap berkutat mengambil jalan impor.
Develop Our R&D Funding
No comments:
Post a Comment