"Waduuh jam sakie masih rame nu ngantri di pom bensin (waduuh jam segini masih rame yang ngantri di pom bensin)", kata pedagang di depan pom bensin pahlawan Bandung (17/11 jam 21:30), setelah diumumkan kenaikan harga BBM jenis premium dan solar.
"Sok ari sabulanen sabaraha, can kalikeun sataun, sigana taun hareup moal mayar pajek motor, da geus dipake keur nambahan meuli bensin, urang hese naikeun harga dagangan tapi atahan geus nararaik manten (coba saja kalau sebulan berapa, belum lagi kalau dikalikan satu tahun, kayaknya tahun depan tidak bayar pajak motor, soalnya sudah dipakai untuk menambah beli bensin, kita susah menaikan harga dagangan tapi bahan baku sudah naik duluan)", saya mendengarkan pembicaraan pedagang tersebut cukup miris.
Itu bukan realita atau cerminan masyarakat umum, tapi itu juga realita yang ada di masyarakat walau hanya tiga orang pedagang yang sedang mengobrol. Sayang sekali kalau pedagang tersebut mengatakan tidak akan membayar pajak lagi karena untuk kepentingan pembelian BBM/ bensin. Kita sering mendengar "Orang bijak taat bayar pajak". Apakah dengan obrolan tadi pedagang tersebut akan hilang kebijakannya?
Sekali lagi kenaikan ini bisa menjadi momentum bagi Bangsa Indonesia untuk terus melakukan perbaikan. Jangan sampai dengan kenaikan ini tapi tidak memberikan efek yang berarti bagi masyarakat Indonesia maka obrolan tiga pedagang itu bisa menjadi kenyataan bagi mereka.
Jadi bisa kita simpulkan saja jangan sampai ada yang mengatakan lagi "motorku,,, maaf aku telah menggadaikan kebijakanmu demi memberi seteguk minum untukmu".
Ya اَللّهُ selamatkan bangsaku
No comments:
Post a Comment