Tuesday, 6 October 2015

Sertifikasi Halal, Kenapa Takut?

           Jakarta - Bicara Indonesia maka kita harus melihat juga secara Bhineka Tunggal Ika.  Namun keberagaman itu juga sebaiknya lebih memberikan porsi lebih kepada mayoritas.  Bukan berarti makna mayoritas akan menginjak-injak minoritas.  Begitu pula ketika keinginan mayoritas (umat Islam) dalam hal ini diwakili oleh MUI yang menginginkan sertifikasi halal bagi produk makanan dan minuman.  walaupun penerapannya masih 2019 namun ada keinginan untuk merevisinya, kenapa takut?


           Menurut Adhi Lukman, Selasa (6/10/2015), Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI), pengusaha Unit Kecil dan Menengah (UKM) akan kena dampak negatif dari sertifikasi halal hanya pengusaha menengah dan atas saja yang bisa mensertifikasi produknya.  Ada dua hal yang menjadi keberatannya, pertama pengusaha tidak boleh dagang kalau tidak punya sertifikat halal sebagaimana yang diungkapkan Adhi di Grand Hyatt, Jakarta.

          Kedua jika pengusaha tidak punya sertifikasi halal masih tetap bisa berjualan tapi menjadi sertifikasi haram.  Dua hal itu yang diinginkan Adhi untuk mengakomodir pengusaha menengah dan kecil.  Sehingga menginginkan pemerintah dan MUI merevisinya.

          Penyataan itu sebenarnya memunculkan pertanyaan baru, yang pertama apakah sertifikasi halal itu sangat mahal sehingga digambarkan hanya pengusaha menengah dan atas saja yang bisa mensertifikasi produk? (Artinya begitu komersial kah MUI untuk mengeluarkan sertifikat halal).
  
Yang kedua bagi umat Islam halal adalah mutlak, jadi dengan kebijakan tersebut rasanya wajar jika menginginkan produk makanan dan minuman dengan sertifikasi halal.  Apa yang mendorong pengusaha kecil dan menengah (UKM) dianggap tidak mampu mensertifikasi halal?

           Tidak wajar jika tidak mau untuk disertifikasi karena segalanya masih bisa dikomunikasikan jika itu masalah teknis.  Bisa juga dari opsi kedua jika pengusaha kecil dan menengah "tidak bisa" atau tidak mau mensertifikasi halal mereka masih tetap bisa berdagang dengan sertifikasi haram.  Artinya kenapa opsi kedua juga ditolak karena akan mengurangi omset penjualan.
         Jadi pelaku usaha tetap membutuhkan pembeli yang notabene pembeli di Indonesia sebagian besar umat Islam.  Wajar kan kalau pembeli menuntut hak berupa sertifikasi halal.  Dengan slogan yang selalu didengungkan "Pembeli adalah raja".

Sertifikasi Halal, Maju Terus

No comments:

Post a Comment